Mahasiswa Dalam Narasi Pengabdian (Refleksi Untuk KKSD UMMU)

Herman Oesman
Dosen Sosiologi FISIP UMMU
_”…dengan KKSD, mahasiswa dilatih menulis sejarah kecil tentang perjumpaan ilmu dan kehidupan…”_
Mahasiswa bukan semata pencari ilmu di menara gading. Mereka adalah agen transformasi sosial di tengah masyarakat. Di sinilah Kuliah Kerja Sosial dan Dakwah (KKSD) UMMU memainkan peran penting sebagai jembatan antara dunia akademik dan realitas sosial.
Melalui KKSD UMMU, mahasiswa ditantang keluar dari ruang kelas dan menjejakkan kaki pada tanah yang riil, di desa-desa, perkampungan pesisir, bahkan di kawasan yang termarjinalkan.
KKSD UMMU bukan sekadar program wajib, melainkan ruang pembelajaran transformatif. Ia menjadi wahana praksis, yang menabalkan ungkapan Paulo Freire (1970), bahwa pendidikan sejati lahir dari dialog dan keterlibatan aktif dalam realitas. Dalam konteks ini, mahasiswa menjadi subjek perubahan, bukan hanya penyampai pengetahuan, tetapi juga pelaku perubahan sosial yang peka dan reflektif terhadap dinamika masyarakat.
Di lapangan, mahasiswa menemukan wajah Maluku Utara dan wajah Indonesia yang lain. Mereka berjumpa dengan masyarakat yang mungkin jauh dari akses pendidikan dan layanan dasar. Di sini, pengetahuan bukan hal yang dibawa dari kampus semata, tetapi juga digali dari kearifan lokal yang hidup di tengah masyarakat. Seperti dicatat oleh Prof. Henry Alexis Rudolf Tilaar (2002), pendidikan harus kontekstual dan tidak tercerabut dari akar budaya lokal.
Peran mahasiswa dalam KKSD UMMU mencakup banyak aspek: pemberdayaan ekonomi desa, literasi pendidikan, inovasi pertanian berkelanjutan, hingga penguatan kapasitas kelembagaan lokal.
Di desa masyarakat menanti gagasan mahasiswa untuk diwujudkan bagi kemaslahatan desa. Ini bukan sekadar proyek teknis, melainkan bentuk keterlibatan etis mahasiswa terhadap persoalan ekologis dan ekonomi lokal.
BACA JUGA:Sosiologi Sebagai Kisah Manusia
Dalam ranah sosial, kehadiran mahasiswa KKSD UMMU kerap menjadi energi baru. Masyarakat menyambut mereka bukan hanya sebagai “tamu akademik”, tetapi sebagai bagian dari komunitas yang ikut bekerja, belajar, dan hidup bersama. Keterlibatan semacam ini sejalan dengan gagasan service-learning yang menekankan pentingnya relasi timbal balik antara mahasiswa dan komunitas (lihat, Eyler & Giles, 1999).
Mahasiswa belajar dari masyarakat, dan masyarakat mendapatkan manfaat langsung dari keterlibatan mahasiswa.
Namun, tak dapat dipungkiri, tantangan selalu mengiringi. Sebagian mahasiswa datang dengan mental “turun lapang” tanpa benar-benar memahami konteks sosial budaya setempat. Ketika itu terjadi, KKSD UMMU kehilangan rohnya sebagai pengabdian yang berakar pada empati dan partisipasi.
Oleh karena itu, penting bagi kampus untuk merancang KKSD UMMU secara serius, berbasis riset awal dan pendampingan intensif.
KKSD UMMU sejatinya bukan akhir dari proses akademik, tetapi permulaan dari tanggung jawab sosial seorang intelektual. Sebagaimana dikatakan Soedjatmoko, “Intelektual adalah mereka yang gelisah terhadap persoalan bangsanya dan berani terjun untuk menjadi bagian dari solusinya.”
(Soedjatmoko, 1985)
Mahasiswa dalam KKSD merupakan narasi tentang keberanian, harapan, dan pengabdian. Di ujung jalan desa, mereka tak hanya menulis laporan, tetapi juga menulis sejarah kecil tentang perjumpaan ilmu dan kehidupan. Dan dari sana, wajah Indonesia dan Maluku Utara dibangun—dari pinggiran, oleh tangan-tangan muda yang percaya bahwa perubahan selalu mungkin.
*Selamat melaksanakan KKSD…*[]
BACA JUGA:SOSIOLOGI KAMPUS : SEBUAH RENUNGAN