Publikamalut.com
Beranda Politik Sidang MK, KPU Pulau Taliabu Dituding Abaikan Rekomendasi PSU, Ini Kata Ahli

Sidang MK, KPU Pulau Taliabu Dituding Abaikan Rekomendasi PSU, Ini Kata Ahli

Sultan Alwan sebagai Ahli Pihak Terkait saat memberikan keterangan untuk perkara nomor 267/PHPU.BUP-XXIII/2025 Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Bupati Kabupaten Pulau Taliabu, pada Jumat (14/02/2025). Foto Humas/Ifa

PUBLIKA-Jakarta, Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar Sidang Pemeriksaan Lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Pulau Taliabu Tahun 2024 pada Jumat (14/2/2025).

Sidang ketiga untuk Perkara Nomor 267/PHPU.BUP-XXIII/2025 yang diajukan oleh Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Pulau Taliabu Nomor Urut 02 Citra Puspasari Mus dan La Utu Ahmadi (Pemohon) ini beragendakan mendengarkan Keterangan Saksi/Ahli, Memeriksa dan Mengesahkan Alat Bukti Tambahan.

Persidangan digelar di Ruang Sidang Panel, Lantai 4, Gedung II MK oleh Panel Hakim 1 yang dipimpin Ketua MK Suhartoyo dengan didampingi dua anggota yakni Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah.

Dalam persidangan kali ini, Pemohon menghadirkan Aswanto dan Bambang Eka Cahya Widodo sebagai ahli, serta Moch. Fachtoni Idris dan Ishalik sebagai saksi. Sementara Pihak Terkait (Paslon Nomor Urut 01 Sashabila Widya L. Mus-La O de Yasir) menghadirkan saksi Kisman Djannu, La Ade, dan Rajiju Umawaitina, serta ahli Sultan Alwan. Adapun Termohon (KPU Kabupaten Pulau Taliabu) menghadirkan Rudhi Acshoni sebagai ahli, serta Nur Hidayat Sardini, Sufardioni Anifi, dan Sumardin La Maniu sebagai saksi.

Bambang Eka Cahya Widodo menjelaskan mekanisme rekomendasi pemilihan suara ulang (PSU) yang disampaikan oleh Bawaslu Kabupaten kepada KPU Kabupaten Pulau Taliabu. Dalam PKPU 15/2024 disebutkan aturan mengenai wajib bagi KPU untuk menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu. Setiap rekomendasi ditindaklanjuti dengan melakukan kajian atau telaah hukum dan rapat pleno serta dihasilkan keputusan. Namun yang menjadi masalah pada perkara ini, terdapat rekomendasi yang hanya ditemukan satu pelanggaran yang diragukan untuk dilakukan atau tidak dilakukannya PSU sebagaimana direkomendasikan tersebut. Menurut Bambang, sebagaimana surat edaran Bawaslu bahwa pemilihan kepala daerah merupakan rezim yang sama dengan pemilu.

BACA JUGA:DPRD Malut Umumkan Sherly-Sarbin Gubernur dan Wagub Terpilih

Kemudian pada perkara ini juga terdapat persoalan terkait pemilih yang tidak terdaftar dalam TPS namun menggunakan hak pilih. Sehubungan hal ini, Bambang menilai perlu memperhatikan beberapa hal bahwa bagi pemilih yang pindah memilih harus menyertai surat pindah memilih sebagai syarat agar dapat memberikan suara di TPS pindahan yang dituju.

“Persoalannya ada pemilih menggunakan KTP sesuai domisili, namun tetap harus dilakukan pemeriksaan DPT oleh KPPS pada TPS agar pemilih yang pindah menggunakan hak pilih yang tidak terdaftar tersebut apakah benar terdaftar di DPT atau di TPS lain, bisa jadi KTP ada di satu tempat, tetapi yang bersangkutan terdaftar di TPS lain. TPS setempat tidak memberikan hak pilih pada yang bersangkutan bisa jadi juga pemilih itu menggunakan hak pilih di TPS tempat hak pilih sekarang dan terdaftar. Ini akan menjadi problem karena jika DPT tidak dicek online maka peraturan KPU dapat menimbulkan pemilih ganda,” jelas Bambang.

Inkonsistensi Surat Suara Sah

Berikutnya Bambang memberikan pandangannya tentang suara sah dan tidak sah. Menurutnya, yang menjadi permasalahan adanya inkonsistensi dalam menentukan suara sah dan tidak sah, utamanya besarnya tanda pencoblosan yang dianggap suara tidak sah. Akibatnya muncul perdebatan status suara sah dan tidak sah.

“Mestinya harus mengacu pada PKPU agar tidak muncul penafsiran yang berbeda-beda yang menimbulkan keberagaman keputusan suara sah dan tidak sah,” terang Bambang.

Sementara Ahli Pemohon, Aswanto juga mempertegas terkait rekomendasi Bawaslu kepada KPU Kabupaten Pulau Taliabu untuk melakukan PSU pada sejumlah TPS. Namun KPU tidak melaksanakannya.

“Pengabaian terhadap rekomendasi ini adalah wujud nyata pembangkangan terhadap UU Pemilihan dan menjadi kewenangan MK untuk melakukan koreksi,” jelas Aswanto, sebagaimana dilansir dari situs mkri.id

Laporan dari TPS

Pada kesempatan ini, Moch. Fachtoni Idris selaku Tim Sukses Paslon 02 melaporkan bahwa usai pelaksanaan pemilihan, ditemukan adanya pemilih yang menggunakan KTP namun menggunakan hak pilih tidak sesuai dengan tempat memilihnya. Diakui Fachtoni bahwa daerah tempat pemilihan berada jauh di daerah tertinggal, sehingga dibutuhkan waktu beberapa hari untuk memastikan pelanggaran yang ditemukan tersebut.

“Dengan menemui saksi di lapangan, ditemukan ada 20 TPS yang ditemukan terjadi pelanggaran tersebut, namun ada 5 TPS tidak bisa diverifikasi karena kurang lengkap datanya. Jadi hanya 15 yang kami laporkan ke Bawaslu dan oleh Bawaslu hanya dapat diverifikasi pada 12 TPS. Lalu dari rekomendasi PSU oleh Bawaslu tersebut hanya 1 TPS yang dapat dilaksanakan, sisanya 11 tidak dilaksanakan oleh KPU. Adapun laporan kami masuk sejak 3 Desember 2024, rekapitulasi dilakukan 5-7 Desember 2024, dan rekomendasi ada yang keluar dari tanggal 5, 6 dan di atas 10 Desember 2024,” lapor Fachtoni kepada Hakim Panel 1 dari Ruang Sidang Panel, Lantai 4, Gedung 2 MK.

BACA JUGA:Sidang Lanjutan Perkara Pilkada Halut, Saksi Ahli KPU Bantah Argumen Pemohon

Sementara Ishalik selaku saksi mandat paslon 02 melaporkan dirinya mendokumentasikan daftar hadir pada TPS 01 Desa Lede. Setelahnya didapati laporan bahwa terdapat 3 pemilih yang tidak berhak menggunakan hak pilihnya pada TPS tersebut.

Limitasi PSU

Sultan Alwan selaku Ahli yang dihadirkan Pihak Terkait menegaskan bahwa PSU hanya dapat dilakukan 10 hari setelah pelaksanaan pemilihan. Sedangkan dugaan pelanggaran ini telah melampaui masa 10 hari.

“Maka pelaporan ini sama dengan memaksakannya ke KPU,” terang Alwan.

Rudhi Acshoni yang dihadirkan Termohon sebagai ahli dalam persidangan ini menyebutkan Peraturan Bawaslu 9/2024 tentang penanganan pelanggaran pemilihan. Menurutnya, rekomendasi yang disampaikan Bawaslu tersebut (PSU) wajib ditindaklanjuti 7 hari setelah diterimanya rekomendasi. Lebih jelas dikatakan dalam Pasal 4 ayat (3) PKPU 15/2024 tentang tata cara tindak lanjut penyelesaian pelanggaran administrasi pemilihan disebutkan dalam menindaklanjuti rekomendasi perlu dilakukan telaah hukum. Artinya harus memperhatikan keterpenuhan unsur dan dalam konteks perkara ini secara prosedur KPU telah memenuhi ketentuan tersebut.

“Namun perlu dicermati lagi, PSU itu ada limitasi maksimalnya, yaitu 10 hari setelah pemungutan suara. Sementara rekomendasi dari Bawaslu adalah dua hari sebelum hari terakhir, yakni hari ke-8 baru ada rekomendasi yang disampaikan pada malam hari. Sehingga keesokan harinya sudah masuk hari ke-9 dan hanya tersisa satu hari lagi,” ungkap Rudhi.(mkri/red)

Komentar
Bagikan:

Iklan