Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan di Malut Masih Tinggi, Ini Akar Penyebabnya
Kadis PPPA Malut Musrifa alhadar menyampaikan sambutan di acara Desiminasi hasil Riset di Cafe Sabeba (dok:PUBLIKAmalut.com) |
PUBLIKA-Sofifi, Kekerasan terhadap perempuan di Provinsi Maluku Utara terus naik dari tahun ke tahun, untuk itu butuh peran semua pihak.
“Pada tahun 2021 kasus kekerasan perempuan mencapai 140 lebih dan saat ini sampai oktober 2022 sudah sekitar 236 kasus angka kekerasan perempuan,”hal ini disampaikan Langsung Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Maluku Utara Musrifa alhadar dalam sambutannya diacara desiminasi hasil riset indentifikasi kekerasan terhadap perempuan di Provinsi Malut, akhir pekan kemarin di Cafe Sabeba.
Musrifa mengaku angka kekerasan terhadap perempuan ini yang dilaporkan secara resmi yang tersebar di 10 Kabupaten/kota di Provinsi Maluku Utara, dari angka ini kemungkinan banyak lagi kasus kekerasan terhadap perempuan yang belum dilaporkan apa lagi kita ini daerah kepulauan.
“Sebagian besar kasus itu terjadi di rumah tangga, ditempat kerja, tempat lainnya, sekolah, dan fasilitas umum, untuk itu harus menjadi perhatian bersama, karena kemungkinan banyak kasus yang tidak dilaporkan,”ujarnya.
Musyrifah berharap adanya koordinasi yang baik antar instansi terkait penanganan korban, sehingga efek jera dapat dipakai sebagai pembelajaran bagi para pelaku. “saya mengajak seluruh elemen masyarakat agar turut aktif melaporkan peristiwa yang terjadi di lingkungannya, agar dapat dilakukan penanganan secara komperhensif,”harapnya.
Menurutnya berdasarkan hasil riset, akar kekerasan terhadap perempuan ini disebabkan karena pola asus, baik dari cara berpakaian, dan lain sebagainya untuk itu pendidikan keluarga sangat penting.”pola asu yang lemah yang menyebabkan timbulnya kekerasan terhadap perempuan, untuk itu pendidikan keluarga sangat penting,”ujarnya.
Musrifa juga mengaku bahwa saat ini terus melakukan edukasi baik disekolah mulai dari SMP, SMA sampai ke kampus, namun kasus kekerasan kembali terjadi di SD.”Kami selalu melakukan edukasi masalah kekerasan terhadap perempuan di sekolah -sekolah Malut dari SMP sampai ke kampus, tapi rupanya terjadi juga di SD, untuk itu kami berharap dukungan dari semua pihak, terutama peran keluarga sangat penting,”bebernya.
Sementara Direktur Bidadari Halmahera Sahroni Hirto mengungkapkan, hasil riset melibatkan 700 responden tersebar di 10 kabupaten dan kota menyebutkan 37,93 persen lemahnya pengawasan orang tua akar pemicu kekerasan seksual di Maluku Utara.
“Pergaulan bebas menempati urutan kedua yakni 43 persen, dan menarik lagi minimnya pendidikan seksual baik di sekolah maupun di rumah,” kata Sahroni.
Dikatakan, minimnya pendidikan seksual menjadi salah satu faktor kasus kekerasan berulang kali terjadi. Orang tua kata Sahroni, didorong untuk sedini mungkin memberikan pemahaman kepada anak tentang tubuhnya, sehingga anak bisa belajar melindungi diri dari ancaman kekerasan seksual.(red)