Menikah Dibawah Umur Beresiko Tinggi, DPPA Malut Gencar Sosialisasi
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Malut Musrifah Alhadar (dok: istimewa) |
PUBLIKA-SOFIFI, Pernikahan dibawah umur beresiko tinggi bagi perempuan apa lagi saat melahirkan, namun di Indonesia dan khususnya di Provinsi Maluku Utara masih terjadi pernikahan dibawah umur, padahal dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menyebutkan bahwa perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah berumur 19 tahun.
Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Kor 2020, terdapat 8,19% wanita Indonesia yang menikah pertama kalinya di usia antara 7-15 tahun, termasuk di Maluku Utara.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Provinsi Malut, Musrifah Alhadar mengaku pernikahan dibawah umur ini sangat beresiko apa lagi perempuan saat melahirkan, serta masalah lain juga akan muncul.”tidak menikah dibawah umur, terrhindar dari resiko kematian saat melahirkan dan kanker serviks. Tehrindar dari praktik KDRT dan perceraian karena belum siap menikah,”katanya.
Menurutnya ada beberapa penyebab terjadinya pernikahan dini, yaitu pergaulan bebas, ekonomi, pola asuh keluarga, kemudahan akses informasi, dan faktor pendorong lainnya.“Kami terus melakukan sosialisasi dan edukasi khususnya terhadap keluarga agar bersama-sama mencegah pernikahan anak di usia dini,”ujar Musrifah, Sabtu (26/2)
Lanjut Musrifah memberikan tips menolak menikah bagi anak dibawah umur dipaksa menikah.Beradasarkan tips dari Kementerian PPPA RI, kamu bias sampaikan pada orang tua atau keluarga bahwa dengan tidak menikah di bawa umur kamu bisa meraih mimpi dengan melanjutkan sekolah. ”Kami berharap ada kesadaran semua pihak, sehingga upaya pencegahan pernikahan dini ini dapat ditekan semaksimal mungkin demi masa depan generasi muda Maluku Utara,”harapnya.
Namun, jika dialog dengan orangtua tidak berhasil coba lakukan hal ini, 1). Diskusi dengan teman sebayamu, 2). Meminta tolong teman sebayamu untuk menghubungi Dinas PPPA atau Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA). 3). Inta bantuan psikolog dan bantuan hukum dengan Dinas PPPA atau PUSPAGA, dan 4). Ajak orangtua berdialog dengan Dinas PPPA atau PUSPAGA.
”Kami selalu siap melayani laporan masyarakat, untuk itu anak-anak tidak perlu takut atau malu jika ingin berkonsultasi atau membutuhkan bantuan kami, baik di kabupaten maupun provinsi,”pungkasnya.(red/Adv)