Publikamalut.com
Beranda Daerah Sosialisasi KoFor Daerah, Bappeda Malut Tekan Prinsip Tidak Seorangpun Tertinggal

Sosialisasi KoFor Daerah, Bappeda Malut Tekan Prinsip Tidak Seorangpun Tertinggal

Sosialisasi KoFor Daerah dihadiri kepala Bappeda Malut dan Kadispora Saifuddin Djuba (dok: istimewa)

PUBLIKA-Ternate,Sebagai kelompok masyarakat yang mengalami berbagai risiko, penyandang disabilitas kelompok difabel harus benar-benar menjadi salah satu masyarakat prioritas di Provinsi Maluku Utara (Malut).

Masyarakat difabel semestinya dapat didengar, didukung, dan mampu berkontribusi aktif dalam membentuk lingkungan masyarakat yang lebih inklusif dan ramah terhadap keberagaman.

Demikian sekelumit pernyataan yang disampaikan kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Malut, Dr Muhammad Sarmin S Adam SSTP MSi ketika memberikan sambutan saat membuka kegiatan Sosialisasi dan Koordinasi Forum Disabilitas & Perangkat Daerah (KoFoR Daerah), yang berlangsung di Batik Hotel Ternate, Kamis (17/10/2024).

Dikatakannya, kebijakan yang berkaitan dengan kelompok masyarakat disabilitas ini belum maksimal. Termasuk pula belum optimalnya keterlibatan penyandang disabilitas dalam proses perencanaan pembangunan.

“Dalam melaksanakan tahapan perencanaan perlu diperhatikan keterlibatan penyandang disabilitas dalam menyampaikan aspirasi serta ikut dalam mengawal pelaksanaan kegiatan yang responsif disabilitas. Termasuk belum adanya wadah atau ruang menyampaikan aspirasi.” ujar Sarmin.

Untuk itu, selaku kepala Bappeda, dirinya menyambut baik adanya terobosan atau implementasi aksi perubahan dari reformer Rosyidah Arby, S.Kom., M.Eng yg tak lain Kepala Bidang (Kabid) Pemerintahan dan Sosial Budaya Bappeda Malut, yang tengah mengikuti Diklat Kepemimpinan Administrator Angkatan IV BPSDM Provinsi Maluku Utara, terkait adanya forum koordinasi bagi disabilitas dan perangkat daerah ini.

BACA JUGA:Kemendagri Periksa Pengelolaan Pemprov Maluku Utara 

Bagi Sarmin, penyandang disabilitas masyarakat difabel juga mengalami berbagai risiko sosial ekonomi, keterbatasan akses akan informasi, akses lapangan pekerjaan, akses pendidikan, akses kesehatan, dan lainnya.

“Diperlukan intervensi dari negara untuk memastikan masyarakat difabel menjadi kelompok yang tidak ditinggalkan dalam pembangunan,”ujarnya.

“Dalam pasal 4 dan pasal 12 poin dua Peraturan Pemerintah Nomor 70 tahun 2019 telah diatur secara jelas,”kata Sarmin menambahkan.

Sarmin mengakui data penyandang disabilitas yang masih belum menyentuh hingga ke sesuai peruntukan data atau terpilah.

“Penggunaan data terpilah seperti kelompok umur, jumlah tenaga kerja disabilitas, jumlah disabilitas terlantar, dan lain-lain perlu dihadirkan untuk menjawab standar pelayanan minimal (SPM) pendidikan khusus, jumlah tenaga kerja di sektor formal, rehabilitasi penyandang disabilitas di dalam panti sebagai SPM sosial dan lainnya,” lugasnya.

Diharapkan, kehadiran KoFor Daerah yang bertujuan untuk memberikan tempat atau wadah dalam menyampaikan aspirasi terhadap penyandang disabilitas.

Prinsip No One Left Behind atau ‘tidak seorangpun yang tertinggal’ adalah janji dalam Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).

“Prinsip ini menekankan pada pentingnya tidak meninggalkan siapapun yang paling miskin, rentan, atau terpinggirkan. Prinsip ‘No One Left Behind’ perlu diresapi dan diterapkan dalam pembangunan sehingga hasil dari pembangunan dapat dirasakan oleh segenap masyarakat dan tidak ada satupun yang tertinggal,” pungkas alumni doktoral UGM itu.(red)

Komentar
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Iklan