Publikamalut.com
Beranda Ruang Kata Menapak Jejak Dakwah dari Galela

Menapak Jejak Dakwah dari Galela

Dr. Kasman Hi. Ahmad, M.Pd
Wakil Ketua PW Muhammadiyah Maluku Utara Wakil Bupati Halmahera Utara

(Catatan Milad 113 Muhammadiyah)

Tahun 2025, Muhammadiyah memasuki usia ke-113. Usia panjang ini bukan sekadar hitungan waktu, melainkan rangkaian perjalanan dakwah, pendidikan, dan perjuangan sosial yang terus meneguhkan Islam berkemajuan di seluruh penjuru Nusantara. Peringatan Milad ke-113 Muhammadiyah, akan dipusatkan di Galela, tepatnya pada 29 November 2025. Galela, sebuah wilayah di bagian utara Halmahera yang memiliki makna historis mendalam dalam perkembangan dakwah Muhammadiyah di kawasan timur Indonesia. Galela bukan sekadar lokasi geografis, tetapi juga simbol awal mula cahaya pembaruan Islam menembus kepulauan rempah.

Galela: Tanah Dakwah

Galela sejak awal abad ke-20 dikenal sebagai wilayah yang memiliki tradisi keislaman kuat dan keterbukaan terhadap ide-ide pembaruan. Sebelum organisasi Muhammadiyah resmi berdiri di Yogyakarta pada tahun 1912 oleh Kiai Ahmad Dahlan, gelombang Islamisasi di Maluku Utara sebenarnya telah lebih dahulu berlangsung melalui jalur perdagangan dan ulama perantau dari Ternate, Bacan, dan Tidore (Amal, 1989 : 73). Namun, kehadiran Muhammadiyah kemudian memperkuat arah baru dakwah Islam yang lebih rasional, sosial, dan modern.

Di Galela, jejak awal Muhammadiyah ditandai dengan kiprah dua tokoh besar: Haji Muhammad Amal dan Haji Abdullah Tjan Hoatseng. Keduanya memainkan peran penting dalam memperkenalkan nilai-nilai pembaruan Islam yang menekankan pada pendidikan, amal sosial, dan purifikasi akidah. Nama Haji Muhammad Amal dikenal luas sebagai perintis Muhammadiyah pertama di Galela. Ia merupakan seorang ulama yang memiliki hubungan erat dengan pusat-pusat dakwah di luar Galela. Muhammad Amal dengan semangat pembaruan yang kuat serta pengaruh pertemuannya dengan jaringan ulama dan kader Muhammadiyah mendorongnya membawa semangat Islam berkemajuan ke Halmahera.

Haji Amal tidak sekadar mendirikan tempat ibadah, tetapi membangun sistem pendidikan berbasis nilai-nilai Muhammadiyah. Sekolah-sekolah yang ia dirikan berfungsi sebagai pusat literasi, tempat anak-anak Galela belajar membaca Al-Qur’an sekaligus belajar berhitung dan menulis—sebuah langkah maju pada masa itu. Dengan prinsip amar ma’ruf nahi munkar, Amal menjadikan pendidikan sebagai basis dakwah untuk melawan kebodohan dan kemiskinan.

Sementara itu, Haji Abdullah Tjan Hoatseng menempati posisi unik dalam sejarah Muhammadiyah Galela. Ia dikenal sebagai tokoh Tionghoa Muslim yang terlibat aktif dalam dakwah Muhammadiyah sejak pertengahan abad ke-20. Sosoknya memperlihatkan wajah Islam yang inklusif dan humanis, sekaligus menegaskan bahwa Muhammadiyah bukan gerakan etnis atau kedaerahan, melainkan gerakan keagamaan yang terbuka untuk semua kalangan. Abdullah Tjan dikenal gigih menyebarkan dakwah melalui pendekatan sosial dan dialog antaragama. Ia mendirikan beberapa kelompok pengajian dan majelis taklim di Halmahera Utara, mengajarkan pentingnya kebersihan, disiplin, dan tanggung jawab sosial, nilai-nilai yang menjadi ciri khas Muhammadiyah. Dalam catatan sejarah Muhammadiyah Maluku Utara.

Refleksi dari Galela

Peringatan Milad ke-113 Muhammadiyah di Galela bukan sekadar seremoni tahunan, tetapi juga refleksi mendalam atas sejarah dakwah dan perjuangan sosial di Maluku Utara. Tema yang diusung tahun ini, “Memajukan Kesejahteraan Bangsa”, menjadi pengingat bahwa dakwah tidak hanya berbentuk ceramah, tetapi juga aksi nyata dalam pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi umat.

Galela menjadi pilihan tepat karena di sanalah Muhammadiyah pertama kali menanamkan akar dakwahnya di Maluku Utara. Peringatan ini melibatkan seluruh unsur, mulai dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Maluku Utara, Aisyiyah, Nasyiatul Aisyiyah, Pemuda Muhammadiyah, Komando Kesiapsiagaan Muhammadiyah (KOKAM), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Hingga Ikatan Pelajar Muhammadiyah. Tidak lupa juga melibatkan semua lapisan Masyarakat Galela dan sekitarnya. Kegiatan meliputi tabligh akbar, bakti sosial, diskusi sejarah dakwah, dan napak tilas jejak perjuangan Haji Muhammad Amal dan Haji Abdullah Tjan Hoatseng.

Dalam menyambut momentum akbar nanti, Milad ini juga dijadikan titik tolak memperkuat basis dakwah di kepulauan dan pedesaan. “Dari Galela, kita kembali, karena dari Galela, kita belajar bahwa Islam berkemajuan tidak tumbuh di kota besar semata. Ia juga lahir dari tanah pesisir, dari kerja-kerja kecil yang ikhlas,”

Warisan yang ditinggalkan oleh Muhammadiyah di Galela kini dapat dilihat dalam bentuk jaringan lembaga pendidikan, masjid, dan amal usaha yang tersebar ke wilayah Maluku Utara. Sekolah Muhammadiyah Galela yang didirikan pada 1950-an menjadi cikal bakal lahirnya banyak guru dan tokoh masyarakat di Halmahera Utara. Selain itu, tradisi pengajian ibu-ibu Aisyiyah di Galela menjadi ruang pembentukan kesadaran perempuan terhadap pentingnya pendidikan dan kemandirian ekonomi.

Di sisi lain, warisan dakwah Muhammadiyah di Galela tidak lepas dari konteks sosial masyarakat pesisir yang hidup di tengah pluralitas budaya dan agama. Semangat toleransi, gotong royong, dan kesetaraan sosial menjadi karakter dakwah Muhammadiyah yang membedakannya dari gerakan keagamaan lain.

Dari Galela untuk Indonesia Berkemajuan

Memasuki usia 113 tahun, Muhammadiyah di Maluku Utara menghadapi tantangan baru: digitalisasi, disrupsi sosial, dan perubahan nilai di kalangan generasi muda. Namun, semangat Galela tetap menjadi inspirasi. Semangat untuk membangun masyarakat berilmu, beradab, dan mandiri. Seperti halnya Haji Muhammad Amal yang menjadikan pendidikan sebagai poros dakwah, dan Haji Abdullah Tjan Hoatseng yang memperlihatkan wajah Islam yang inklusif, Muhammadiyah di era kini perlu kembali menguatkan basis pengetahuan dan moral di tengah arus globalisasi. Dakwah Muhammadiyah harus hadir dalam ruang digital, dalam kebijakan publik, dan dalam setiap lini kehidupan masyarakat Maluku Utara.

Milad ke-113 Muhammadiyah di Galela adalah momen penting untuk mengenang, meneguhkan, dan melanjutkan. Galela bukan sekadar tempat, melainkan simbol perjumpaan antara nilai-nilai Islam berkemajuan dan kearifan lokal kepulauan. Dari Galela, dakwah Muhammadiyah menegaskan dirinya sebagai gerakan pencerahan, yang tidak hanya mengajarkan tauhid, tetapi juga menanamkan nilai ilmu, amal, dan kemanusiaan.

Seperti pesan Kiai Ahmad Dahlan yang selalu dikutip : “Janganlah berhenti berbuat kebaikan walau tidak ada yang melihat. Karena amal itu sendiri adalah cahaya.” Dan cahaya itu, kini terus berpendar dari Galela, pusat dakwah pertama Muhammadiyah di Maluku Utara, menerangi seluruh nusantara. []

Komentar
Bagikan:

Iklan