Publikamalut.com
Beranda Hukrim Seorang Anggota DPRD Halmahera Selatan Dilaporkan ke KPK

Seorang Anggota DPRD Halmahera Selatan Dilaporkan ke KPK

Ilustrasi lembaga KPK (dok: istimewa)

PUBLIKA-Jakarta,  Anggota DPRD Kabupaten Halsel berinisial EB dilaporkan ke Komisi Pemerantasan Korupsi (KPK) oleh Indonesia Anti Corruption Network (IACN) pada selasa (28/7) siang, atas dugaan keterlibatan dalam kasus suap dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) mantan Gubernur Maluku Utara, mendiang AGK.

IACN secara khusus melaporkan peran anggota DPRD Kabupaten Halsel  yang terungkap dalam persidangan mengakui menerima aliran dana sebanyak Rp 8 Miliar ke rekening pribadi miliknya.

Ketua bidang riset dan advokasi IACN, Yohanes Masudede dalam siaran pers yang diterima media ini mengatakan, mencuatnya sejumlah dana yang diterima legislator Halsel tersebut dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Ternate, 20 Desember 2024 lalu itu wajib dimintai pertanggungjawaban oleh KPK.

“Berdasarkan kesaksian dalam persidangan, terdapat aliran dana sekitar Rp 8 miliar ke rekening EB. Dana tersebut di hadapan majelis hakim, karena  yang bersangkutan mengakui menerima dana dari AGK, masuk ke tiga rekening atas namanya, dan uang itu digunakan untuk keperluan pribadi AGK, salah satunya yang paling mencolok yakni menyediakan perempuan untuk sang gubernur,” Kata Yohanes.

Ia menilai, peran EB dalam kasus tersebut cukup jelas dan apa yang dilakukan tak bisa dipandang sebelah mata sebab perbuatannya  juga mencederai nama baik mendiang AGK.

“Dia bukan sekadar penerima dana, tetapi fasilitator. Ini masuk ke ranah suap dan pencucian uang,” Ujarnya

Ia mengaku, pihaknya telah menyampaikan aduan atau laporan meminta penyidik KPK memeriksa kembali dan menjerat EB dalam kasus tersebut.

“Bagian Humas dan Pengaduan Masyarakat KPK, tadi telah menerima dan mencatat laporan kami, dan mereka bakal ditindaklanjuti,” Ucap Yohanes

Ia menuturkan, dalam laporan yang diserahkan ke KPK, IACN mendorong penegakan hukum terhadap EGB dengan berbagai pasal. Di antaranya, Pasal 4 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, dikaitkan dengan Pasal 269 dan 506 KUHP, serta Pasal 5 ayat (1) UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“Praktik seperti ini tidak hanya merugikan keuangan daerah, tetapi juga merusak moral penyelenggara negara. Kami khawatir ini bagian dari jejaring kekuasaan yang selama ini membungkam transparansi anggaran dan mengatur proyek-proyek di Maluku Utara,” Tuturnya

Ia menambahkan, dalam fakta persidangan kasus itu, nama-nama diduga terlibat apabila tak disentuh hukum, maka akan menjadi tragedi berkepanjangan kekuasaan yang dibiarkan kotor, dan hukum yang mandek di tengah jalan.(red)

Komentar
Bagikan:

Iklan