Kebijakan Publik dan Ketahanan Pangan

Laily Ramadhany Can
(Ketua Prodi Ilmu Administrasi Negara FISIP UMMU)
Kota Ternate sebagai kota kepulauan menghadapi tantangan unik dalam upaya membangun ketahanan pangan. Ketergantungan pada pasokan pangan dari luar pulau, terbatasnya lahan pertanian, serta ancaman perubahan iklim menjadikan kebijakan publik sebagai instrumen kunci dalam menjamin ketersediaan, keterjangkauan, dan keberlanjutan pangan.
Dalam konteks ini, peran Pemerintah Kota Ternate dalam merancang kebijakan berbasis karakteristik lokal menjadi sangat penting.
Ketahanan pangan menurut Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, mencakup dimensi ketersediaan, akses, dan konsumsi. Memerlukan dukungan riil Pemerintah, agar masyarakat dapat memenuhi kebutuhan di maksud.
Pemerintah Kota Ternate memiliki tanggung jawab strategis sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Presiden No. 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, yang mengaitkan ketahanan pangan dengan intervensi gizi dan kesejahteraan masyarakat.
Di Ternate, kebijakan yang diarahkan untuk membangun ketahanan pangan mencakup pengembangan lahan pertanian produktif, urban farming, dan penguatan UMKM pangan lokal, gencar dilakukan. Namun, sebagaimana diungkap dalam laporan Bappelitbangda Kota Ternate (2023), ketersediaan bahan pokok masih 65% bergantung pada pasokan luar Maluku Utara, terutama dari Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan. Hal yang lain, adalah keterbatasan lahan pertanian (diperkirakan kurang dari 2.000 ha) dan konversi lahan menjadi permukiman telah menghambat produksi lokal (lihat, BPS Kota Ternate, 2022).
Selain itu, logistik antarpulau yang belum efisien memberikan dampak pada fluktuasi harga bahan pokok. Akibatnya, masyarakat pesisir dan kepulauan kecil seperti Pulau Hiri, Batang Dua, dan Moti lebih rentan mengalami kerawanan pangan musiman.
Namun demikian, potensi sumber daya laut dan tanaman lokal seperti cengkih, pala, kelapa, serta sumber protein laut memberikan peluang besar bagi kemandirian pangan berbasis lokal. Upaya diversifikasi pangan lokal melalui kampanye konsumsi pangan sehat berbasis sagu, ikan, dan umbi-umbian yang telah dimulai sejak 2021 oleh Dinas Ketahanan Pangan dan Dinas Kesehatan diharapkan dapat menjadi solusi bagi persoalan yang ada.
Pemerintah Kota Ternate perlu merumuskan Rencana Aksi Daerah Ketahanan Pangan dengan pendekatan multisektor. Salah satu langkah prioritas adalah integrasi ketahanan pangan dalam dokumen RPJMD 2024–2029, serta pembangunan _food hub_ di kawasan kecamatan pinggiran seperti Pulau Ternate Selatan dan Pulau Batang Dua. Selain itu, pemberdayaan kelompok tani perempuan dan pemuda menjadi strategi penting untuk regenerasi pelaku pertanian kota.
Dalam laporan FAO (2020), kota-kota kecil dan menengah di wilayah kepulauan perlu mengembangkan sistem pangan lokal berbasis agroekologi dan ekonomi solidaritas untuk mencapai ketahanan pangan berkelanjutan.
Kebijakan publik di Kota Ternate memainkan peran sentral dalam memperkuat ketahanan pangan yang sesuai dengan konteks kepulauan. Strategi integratif, berbasis potensi lokal, dan melibatkan komunitas menjadi kunci untuk membangun kemandirian pangan yang adil, berkelanjutan, dan tangguh terhadap krisis.[]